Siak. A Dreamland In The Jungle..

SIAK. A DREAM LAND IN THE JUNGLE..


Minggu pagi. 19 Agustus 2007. Sekitar jam setengah enam gue cabut dari basecamp gue di bilangan Timur Jakarta. Langsung ke Bandara Internasional Soekarno – Hatta. Berenam, bareng ke dua sobat gue dan ke tiga pengawal kita. Kaya Paspamres aja. Hehehe..

Tujuan gue dan temen-temen gue saat itu, Riau. Tepatnya di kabupaten Siak.

Be honest, this was the second time gue melancong sambil mencari nafkah ke Propinsi Riau. Waktu itu gue ke sana sendiri dan hanya ditemenin temen gue, Sam. Beda dengan perjalanan gue yang kedua ini. Ada sebuah perhelatan akbar di sana. Perayaan hari raya Kemerdekaan bangsa kita yang ke-62 dan peresmian jembatan baru yang menghubungkan dua daerah yang terpisah sungai Siak, seharga 300 Miliard. Pure uang, gak pake daun.

Perjalanan gue tempuh dengan menumpang pesawat Garuda yang memutuskan untuk mengepakkan sayapnya pukul tujuh in the morning. Meninggalkan Jakarta dengan segala kepenatan dan kepadatannya. Perjalanan cukup mulus, meski akhirnya gue sempet sedikit keringat dingin ketika pesawat harus sedikit goyang kaya penyanyi dangdut. Secara gue sendiri takut banget sama yang namanya terbang. Jangankan terbang, lewat jembatan penyebrangan aja kadang parno gue bisa bikin gue keringet dingin. Lemes di sekujur kaki dan paha. Intinya, gue itu emang menderita Phobia ketinggian. Takut sama yang tinggi-tinggi. Makanya gue gak mau cewe gue lebih tinggi dari gue. Hehehehe..

Koq jadi malah ngebahas ketinggian yah.

Anyway, selepas landing di Pekanbaru, gue dan yang lainnya harus rela kepanasan di bagian pantat, ketika kenyataannya kita harus menempuh dua jam perjalanan darat lagi untuk sampai ke Siak. Wuuuuhh.. Itu juga setelah kita sempat istirahat sebentar di Hotel Pangeran yang ada di Pekanbaru. Nice hotel, tapi pelayanannya kurang asyik banget. Malah gue punya story menyebalkan. Gue laper banget sepanjang flight ke Pekanbaru. Secara begitu berangkat dari Jakarta gue belum menjalankan ritual sarapan di pagi harinya. Jadilah gue memesan nasi goreng special. Yang agak bikin gue dongkol, udah nunggunya lama, sampe harus ditelepon segala untuk memastikan kalo mereka emang tau kalo kita sudah mesen makanan, begitu dateng tuh makanan, kembali gue harus menelan kepahitan. Gue dibikinin nasi goreng, tapi gue gak dikasih sendok sama garpu. Alhasil, gue akhirnya makan pake tangan aja deh. Untungnya lagi laper. Jadi meski agak bete, tuh nasi tetep habis. Hihihi..

Tidur-bobo dikit. Gue bangun dan siap-siap buat perjalanan menuju ke Siak. Sepanjang perjalanan gue coba untuk istirahat. Ya apalagi kalo bukan ngorok. Tapi tidurnya kagetan. Sebentar merem, sebentar melek. Udah gitu ada kejadian lucu. Di tengah perjalanan, bis yang nganter kita berhenti di warung pinggir jalan. Biasaa.. Numpang ke toilet. Gue sih gak ikutan. Setelah hampir semua turun, baru deh temen gue si Denny turun. Latah ke toilet. Pas semuanya ngumpul dia belum balik juga. plus si Agus, temen gue juga. Feeling gak enak nih. Akhirnya disusulin juga tuh anak sama panitianya. Ternyata eh ternyata, dia malah asyik ngobrol sama si Agus di depan toiletnya. Anjriit.. Kurang ajar banget tuh anak. Gak sadar ditungguin, malah santai sendiri. Untungnya gue udah paham banget kebiasaan tuh anak. Isengnya emang nomor satu. Gak bikin kesel, malah bikin ketawa. Dia malah niat mau mesen kopi segala lagi. Dia Cuma bilang ke Agus pas minta ditemenin ngobrol, kapan lagi kita bisa ngobrol di Riau kaya gini. Belum tentu besok-besok kita ke sini lagi. Jadi puas-puasin deh ngobrol di sini. Di Jakarta sih udah biasa. Hehehehe.. Dasar gila!

Setelah hampir dua setengah jam pelajaran akhirnya sampe juga. Like a dream land. Gimana nggak coba. Sepanjang perjalanan, gue Cuma bisa mandangin hutan sawit dan hutan gak jelas. Sampe akhirnya masuk Siak. Terutama lewat jembatan Siaknya. Namanya Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah. Panjang dan keren banget yah namanya. Sepanjang dan sekeren bentuknya. Gimana gak keren, harga tuh jembatan 300 M, alias TIGARATUS MILIARD. Damn! Dan yang ngeresmiin jembatan baru itu, bukan RT atau Lurah setempat. Tapi Presiden. Presiden Negara kita tercinta. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Edan dong!

Yup! Siak. Kabupaten yang punya nama lengkap Siak Sri Indrapura ini seperti sebuah negeri indah di tengah hutan belantara. Di bawah kepemimpinan Bapak Arwin AS sebagai Bupati dan Bapak OK Fauzi Jamil sebagai wakilnya, Siak mencoba berbenah dari sebuah daerah yang nothing menjadi sebuah daerah yang something. Bener-bener kontras sama daerah sebelahnya yang dibatasi oleh sungai Siak dan dihubungkan oleh jembatan 300 M itu. Banyak bangunan baru dengan bentuk indah dengan tetep mempertahankan ciri kedaerahannya. Jalanannya juga masih baru banget. Cat yang menghias aspal masih kelihatan putih. Gak butek kaya di Jakarta. Sayangnya waktu gue di situ bener-bener cuma sebentar. Cuma buat kerja bukan liburan. Jadi gue dan yang lain gak sempet berkeliling menyaksikan keindahan daerah ini.

Sampai di Siak kita mampir dulu ke lokasi acara. Sekedar melihat suasana. Acara malam itu digelar di sebelah aliran sungai Siak. Istirahat sebentar di sebuah hotel kecil tapi baru di deket situ. Bersih-mandi dulu dan mempersiapkan semuanya. Briefing dan segala macemnya. Yang pasti penduduk Siak memang ramah-ramah. Daerah yang penduduknya Heterogen itu, terdiri dari berbagai macam suku, antara lain Melayu, Jawa, Sunda, Minang, Batak dan lainnya itu menyambut dengan sukacita acara yang akan digelar pada tanggal 19 Agustus 2007 malam. Kebukti begitu malamnya kita tiba di lokasi, gue pribadi melihat bagaimana penduduk sekitar situ berbondong-bondong mendatangi lokasi kejadian Pesta Rakyat itu. Dari yang naik kendaraan bermotor sampe kendaraan berurat, alias jalan kaki. Hehehe..

Acara pun dimulai. Gue membukanya dengan budaya melayu yang mereka punya. Apalagi kalo bukan Pantun. Sempet khawatir gak bisa meramaikan suasana. Tapi akhirnya gak jadi kenyataan. Karena dari awal sampe akhir acara, kita bisa menghibur mereka. Seneng banget ngedenger tawa mereka yang keluar dengan lancarnya. Tertib banget yang pasti penontonnya. Gimana gak tertib, karena gue menyaksikan sendiri pemandangan yang tak biasa. Penonton begitu teratur. Di tengah hanya di isi oleh kaum Hawa dan anak-anak. Duduk pula. Sementara samping kanan dan kiri dibatasi pagar besi, diisi oleh kaum Adam yang harus rela tapi enjoy untuk menikmati acara sambil berdiri. Pokoknya beda banget sama acara-acara yang pernah gue lihat selama ini. Meski sempet ada insiden kecil, insiden wajar aja dalam sebuah acara seperti itu, malam itu semuanya berjalan lancar. Gue sendiri gak tau persis apa masalahnya. Tapi gak masalah. Yang penting gak berlanjut dan merusak acara.

Ternyata banyak manusia unik yang gue temui di acara itu. Ada seorang bapak yang udah punya dua istri tapi masih memimpikan untuk punya lima orang lagi sebagai pendamping hidupnya. Ada bapak-bapak yang seneng banget memamerkan perutnya yang gendut ke depan penonton dengan cueknya. Yang penting eksis, yang penting tampil di depan umum. Mereka bener-bener pure abis. Seneng banget ngeliat hal kaya gitu. Dan banyak lagi deh manusia-manusia lucu dan lugu yang niatnya gue mau hibur malah menghibur gue. Hehehe.. Pokoknya malam itu komplit banget. Gue menghibur sekaligur terhibur. Niatnya nyari duit buat bikin bubur, eh malah jadi berlibur.

Thanks to Allah SWT. Akhirnya acara malam itu selesai juga. Puas banget gue karena melihat orang lain juga puas. Sebuah nilai kepuasan sejati. Gue bersyukur banget udah diberi gift yang maha dahsyat ini. Membuat orang tersenyum dan tertawa. Membuat orang lain bahagia dan sedikit melupakan masalah yang mereka sedang hadapi. Wuiih.. yang pasti gue gak mau menukar itu dengan apapun. It’s me. Ordinary man with Ordinary life.

Kita langsung balik ke hotel bentar. Pamitan dengan sebagian warga sekitar dan terutama dengan panitia yang mengundang kita ke situ. Gak lama, karena kita harus langsung bertolak ke Pekanbaru saat itu juga. That’s right, kita lagsung jalan ke Pekanbaru. Menempuh jalan yang sama dengan ketika kita ke Siak. Hanya waktu saja. Dari jam duabelas malam, kita akhirnya tiba jam dua pagi di Hotel Pangeran, Pekanbaru. Langsung masuk kamar and try to sleep. Meski akhirnya gue juga gak bisa langsung bercengkrama dengan dunia secepat yang gue mau. Sempet pesen makan juga pagi itu. Abis udah laper lagi aja sih. Hehehe.. abis melahap semua makanan yang kita pesan, akhirnya gue dan temen-temen gue tertidur pulas.

Saatnya bangun dan siap-siap dan beres-beres. Selesai itu gue dan yang lainnya langsung cabut ke bandara. Secara pesawat take off jam tujuh pagi. Jadinya gue juga harus rela bangun jam setengah enam pagi. Meski gue Cuma baru bisa tidur jam setengah empat pagi. Konsekwensi pekerjaan yang gue nikmatin banget sebagai bagian dari proses gue manjalani hidup sesungguhnya. Cieee.. Sok wise gitu. But it’s oke. Gue enjoy dengan semua itu yang pasti.

Saatnya Take Off. Saatnya gue bermain dengan sugest Phobia ketinggian gue. Dan yang gue seselin ternyata perjalanan pulang gue gak semulus perjalanan pergi gue. Gue harus terima ketika gue harus keringet dingin karena saking takutnya. Abis, sepanjang perjalanan, mulai dari take off sampe landing, pesawatnya goyang terus. Gilaaaaa..!! Bersyukurnya akhirnya pesawat landing juga. Dengan selamat. Dan gue bisa kembali bergulat dengan kerasnya Jakarta hingga hari ini.

Sebuah perjalanan yang sesaat tapi penuh makna. Kegembiraan yang hadir gak cuma semu belaka. Gue berterimakasih untuk jadi bagian dari semua itu. Semoga berlanjut di perjalanan-perjalanan gue selanjutnya. Di langkah-langkah kehidupan gue selanjutnya. Satu hal yang pasti, semua yang gue jalani memang jadi cerita mati dalam scenario hidup gue yang indah ini. Just jalani aja dengan apa adanya. Pasti semua kan mengikuti kita. Tak hanya duka tapi juga suka. Tak hanya derita tapi juga bahagia.

Berbahagialah kalian semua yang menghargai hidup yang ada di depan mata menjalaninya dengan penuh suka cita. Karena nantinya hidup kalian yang akan membuat kalian jadi sesuatu yang membanggakan.

Apa yang kamu tanam, itulah yang akan kau tuai.. ( Gak nyambung! )



Jakarta. 23 Agustus 2007.
0 Responses